Mengungkap Kebangkitan Industri Komik Indonesia
14 Jun 2014
Oleh : Arena Karier
Apakah anda pernah mendengar Gundala Putra Petir, Godam, atau Kapten Mlar? Jika belum, mungkin anda belum lahir di zaman keemasan industri komik Indonesia. Mungkin anda membaca kartun Benny & Mice? Ya, itu adalah segelintir contoh sukses komik Indonesia yang mulai bangkit dari liang kuburnya pada dekade 90-an.
Generasi 90-an sampai yang lahir di era milenium mungkin kekurangan informasi tentang zaman keemasan industri komik dalam negeri di era 80-an. Tapi ketika berbicara masalah Manga atau komik asal Jepang, anak-anak Indonesia usia 10 tahun pun pasti familiar dengan Naruto. Memang setelah berakhirnya era maestro komik Indonesia, Kokasih. Industri komik mati total di tahun 90-an sedangkan gempuran komik impor membanjiri negeri, dimotori oleh distributor Elex Media Komputindo.
Industri Komik Indonesia 2000
Setelah era informatika datang di awal 2000-an. Geliat industri komik indonesia perlahan merangkak dari liang kuburnya. Penulis dan ilustrator komik Indonesia mulai berani menempuh jalur independen (indie). Komikus-komikus Indonesia generasi 2000 menggaet penggemarnya melalui distribusi dan apprroaching di komunitas-komunitas Manga. Komik dalam negeri pun perlahan mulai diterima penggemar Manga, karena memang kualitas ilustrasi dan cerita komik lokal tidak kalah dengan komik impor. Komik/kartun strip koran pun semakin mewarnai belantika industri komik Indonesia. Digawangi oleh Benny & Mice yang regular dimuat di koran Kompas, hingga kini komik strip Benny & Mice masih terus sebagai pemain utama di industri ini bahkan hingga diterbitkan dalam bentuk buku.Menembus Industri Mainstream
Tidak ada hal yang diinginkan oleh komikus selain karyanya bisa disebar luaskan. Sayangnya menembus penerbit komik Indonesia yang jumlahnya tak sampai jari di tangan, amat sangat sulit. Bagi R.B. Firmansyah, komikus yang menelurkan karya komik berjudul Nirvana, seorang komikus di Indonesia harus berjuang ekstra agar karyanya bisa diterbitkan penerbit mainstream Indonesia. Di Indonesia komikus tidak hanya dilihat dari karyanya yang baik atau buruk, namun dilihat juga apakah sudah memiliki fans atau basis penggemar yang cukup. Ini terjadi karena bisnis penerbitan komik ini memiliki resiko kerugian yang tinggi. Penerbit pun menuntut komikus memiliki nama besar di dunia indie terlebih dahulu sebelum bisa berkiprah di industri mainstream, karena target penjualan mereka rata-rata mencapai 5000 eksemplar.Kreatifitas Tanpa Batas
Melihat hambatan yang ada di depan mata, komikus lokal seperti R.B Firmansyah tidak tinggal diam. Ia hanya salah satu contoh komikus Indonesia yang lari ke penerbit luar negeri, khususnya Jepang. Di Jepang sebagai pusat kosmos industri komik dunia, komikus bisa berkarya sebebas-bebasnya. Di Jepang target penjualan baru bisa dibuat setelah menganalisa penjualan awal. Ini artinya, komikus di Jepang tidak perlu pusing memikirkan pasar, selama komik, cerita dan karakter yang diciptakannya dicintai oleh penggemar.Komikus Indonesia yang lain pun mencoba mengatasi keadaan dengan mendompleng novel bergenre komedi yang lebih dulu menuai sukses. Sebut saja Kharisma Jati yang menelurkan karya novel grafis berjudul Anak Kos Dodol, adaptasi dari novel best seller besutan Dewi “Dedew” Rieka.