Novel Grafis, Apa Kabar?
Apa kabar novel grafis
Indonesia? Tak terdengar? Tahun 2004 Beng Rahardian membuat Selamat
Pagi Urbaz yang spesifik memberi label novel grafis, bukan komik.
Sejak
itu, walau jalan menuju novel grafis sudah dirintis, perkembangannya
suram. Anak-anaki muda menganggap hal yang bergambar termasuk komik.
Orang dewasa yang mencintai novel menganggap sesuatu bernama komik
enggak sastrawi.
Babak berikutnya, novel grafis mulai dikenal di
Indonesia. Tapi, yang laku didominasi terjemahan asing. Mirna
Yulistianti, editor penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU), menyatakan
sulit menemukan komikus Indonesia yang bertahan membuat novel grafis
dengan alur cerita berbobot. Kebanyakan jago ilustrasi komik, tapi tak
bisa bertahan dengan cerita panjang.
Ini diakui Suryo Nugroho dari
studio ilustrasi komik rumahwarna. ”Memang gambar-gambar kita diakui
dunia, tapi untuk cerita masih kalah,” katanya.
Menurut Mirna,
novel grafis membuka peluang komikus Indonesia berkarya. Pembaca novel
grafis pun mulai bergairah. ”Banyak produk dalam negeri yang potensial
dibuat novel grafis, tapi masih jarang ada yang mengajukannya,” katanya.
Beda dengan komik
Beredar
berbagai pengertian novel grafis ini. ”Untuk memudahkan, novel grafis
itu pasti komik, namun tak setiap komik masuk kriteria novel grafis,”
kata Mirna.
Novel grafis ceritanya lebih spesifik, unik, dan
kompleks. ”Kadang hanya bisa dinikmati kalangan umur tertentu. Ini
karena terkait ide filosofis atau politis penulis,” katanya.
Novel
grafis juga ada ketentuan minimal halaman. Biasanya komik tipis, tapi
serinya panjang. ”Novel grafis halamannya banyak, bisa ratusan, tapi
serinya tak panjang, satu buku selesai ceritanya,” jelasnya.
GPU
memperkenalkan novel grafis tahun 2006 dengan menerbitkan novel grafis,
Marjane Satrapi, Bordir. Tahun yang sama ada Love Me Better karya
Rosalind B Penfold, yang disebut graphic memoir.
Best seller
dipegang Chicken Soup for the Soul. Grafis buku ini dikerjakan Kim
Dongwa dari Korea yang mengadaptasi buku Chicken Soup. ”Gaya manga dan
gambar bersih menjadi daya tarik,” katanya.
Petualangan Tintin
juga diminati. Tintin diperdebatkan apakah masuk novel grafis atau
komik. Namun, karena kejelian pengarang Hergé memotret realitas sosial,
Tintin sering dikategorikan novel grafis.
Pada September nanti,
GPU akan mengeluarkan novel grafis CHE, biografi tokoh pergerakan Che
Guevara. Buku ini masuk subkategori graphic biography.
Belum tenar
Genre novel grafis belum tenar. Ini mengakibatkan komikus jarang bermain di ranah novel grafis. Mereka bertahan di komik.
Menurut
Rendra M Ridwan, Creative Director Sekolah Komik Pipilaka Bandung dan
Yanuar Rahman, CEO Sekolah Komik Pipilaka, dalam aktivitas mereka belum
mendalami novel grafis. Rendra, yang di antaranya membuat cergam Ceng
Ho, masih bergulat dalam komik. ”Masih bergulat untuk ada dulu,”
katanya.
Salah satu yang memicu hadirnya novel grafis adalah
karena komik tipis dengan ceritanya yang ringan seperti Superman itu
dianggap kekanak-kanakan. ”Untuk memasuki pasar yang lebih berat, perlu
bentuk lain, diangkatlah novel grafis,” kata Rendra.
Orang yang
dianggap membuat dasar-dasar novel grafis adalah Will Eisner dari AS
yang membuat novel grafis, Contract With God. Dengan ratusan halaman,
karya ini beda dengan komik superhero yang tipis-tipis.
Masalahnya, definisi itu rancu lagi sejak DC dan Marvel membuat komik superhero dalam bentuk tebal. (AMR/EDN)
Jumat, 8 Agustus 2008 | 03:55 WIB
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2008/08/08/03554418/novel.grafis.apa.kabar