Komik Indie Sekelumit Sejarah Singkat
Komik indie Bagaimana Kabarmu?
Di akhir tahun 90-an terlihat semacam
kebangkitan, meski bukan pada penerbitan resmi. Buku komik Indie lahir
di berbagai kampus, dengan seniman muda memproduksi dan mendistribusi karyanya
melalui lingkungan kampus. Dikenal bernama "Fotokopian" - komik fotokopi, atau
komik Xerox - komik-komik ini bebas dari hambatan komersial dan kepentingan,
dan menjadi media ekspresi populer di antara remaja Indonesia. Mayoritas komik
fotokopian mengekspresikan kepedulian sosial dan isyu politik. Ini adalah era
perlawanan bawah tanah kepada Pemerintah, yang merebak ke seantero negeri.
Sebelum masa fotokopian, kebanyakan orang
berpikir dibutuhkan bakat khusus atau pendidikan formal untuk bisa menjadi
seniman komik. Fotokopian menghancurkan paradigma tersebut: semua orang bisa
membuat komik. Yang perlu dilakukan hanya menyusun ceritanya menjadi panel
berurutan, dan biarkan cerita mengalir. Gambar mereka tampak kasar dan jauh
dari keindahan, tapi tetap saja ini ekspresi seni pribadi. Tidak lama semua
orang adalah seniman komik, dan mereka jumlahnya ribuan. Desain buku dan
kemasan tampak polos dan sederhana. Tidak ada tata letak mewah, hanya dengan
tinta hitam di atas kertas berwarna (atau putih polos), sebagaimana halaman
dalam. Rupa mereka tidak menarik, meskipun hasil seninya mengundang siapapun
untuk mengintip.
Sebagian seniman fotokopian berevolusi ke seni
dan bidang studi lain, seperti Eko Nugroho, Imansyah Lubis, dan buku komik yang
lebih artistik (jika bukan lebih profesional) dengan penerbitan kecil seperti
Beng Rahadian, Bayu Indie, Diyan Bijac, Wahyu Sugianto, dll. Fenomena
fotokopian berlangsung hingga pertengahan tahun 2000-an dan tidak banyak yang
masih eksis pada dekade berikutnya. Sebagian seniman memproduksi satu atau dua
karya setiap tahu, dan mereka ini sangat langka. Sebagian besar beralih profesi
yang tidak lagi berhubungan dengan seni.
Ketika fotokopian memudar, sebuah jenis komik
lahir: komik digital. Mirip dengan negara-negara lain yang mengenal dengan
hebohnya teknologi internet, digital menjadi dunia petualangan yang baru. Pada
awal 2000 banyak
komunitas tumbuh di
grup sosial dan jejaring sosial. Tak lama semua orang di seluruh negeri, dan
menyeberang perbatasan antar negara, dengan minat yang sama, berkumpul untuk
satu alasan: berbagi kecintaannya pada satu topik tunggal. Dalam kasus kita:
buku komik!
Benarkah komik indie berhenti di era digital ini? Bahasan lain tentang komik Indie akan saya ungkap pada tulisan lain, semoga.